IMPLEMENTASI PENDEKATAN SOSIOLINGUISTIK TERHADAP MASYARAKAT BAHASA, PERISTIWA TUTUR DAN VARIASI BAHASA



 

Putri Fajar Aulia

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Universitas Pamulang

Email: aauliaputri875@gmail.com

ABSTRAK

Sosiolinguistik merupakan cabang linguistik yang secara etimologi kata tersebut berasal dari bahasa inggris, yaitu terdiri atas kata socio dan linguistics. Linguistik yaitu ilmu yang mempelajari atau membicarakan bahasa, khususnya unsur – unsur bahasa ( Fonem, morfem, kata, kalimat ) dan hubungan antara unsur – unsur itu termasuk hakikat dan pembentukan unsur -unsur itu. Unsur sosio adalah seakar dengan sosial, yaitu berhubungan dengan masyarakat, kelompok – kelompok masyarakat, dan fungsi kemasyarakatan. Jadi, sosiolinguistik adalah studi atau pembahasan dari bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat. Dapat juga dikatakan bahwa sosiolinguistik mempelajari dan membahas aspek – aspek kemasyarakatan bahasa, khususnya perbedaan – perbedaan (variasi) yang terdapat dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor – faktor kemasyarakatan (sosial).

Kata Kunci : Sosiolinguistik, Variasi Bahasa

Abstract

Sosiolinguistics is a branch of linguistics that etymologically the word comes from English language, which consists of words socio and linguistics. Linguistics is the study of language, especially the elements of language (phonemes, morphemes, words, sentence) and the relationships between these elements including the nature and formation of the elements. The socio element is social, which is related to society, community groups, and community functions. This, sosiolinguistics is the study or discussion of the language with respect to the speakers of that language as members of society. It can also be said that sosiolinguistics studies and discusses aspects of the societal.

Keywords : Sosiolinguistics, Language variation

PENDAHULUAN

Dalam  kehidupan  bermasyarakat  seseorang  tidak  mungkin hidup  menyendiri  tanpa  kehadiran  orang  lain  atau  tanpa  bergaul dengan  orang  lain.  Hal  ini  membuktikan  bahwa  pada  hakikatnya manusia memang merupakan makhluk sosial. Manusia secara naluriah terdorong untuk bergaul dengan manusia lain, baik untuk menyatakan keberadaan  dirinya,  mengekspresikan  kepentingannya,  menyatakan pendapatnya,  maupun  untuk  mempengaruhi  orang  lain  demi kepentingan  sendiri,  kepentingan  kelompok,  kepentingan  bersama. Berkenaan dengan hal tersebut bahasa memegang peranan yang sangat penting.

Bahasa  merupakan  alat  untuk  berkomunikasi,  dalam  arti  luas. Joko Nurkamto (2001: 205) menjelaskan bahwa komunikasi merupakan sebuah  proses  transaksi  dinamis  yang  memandatkan  komunikator menyandi (to code) perilakunya, baik verbal maupun nonverbal, untuk menghasilkan  pesan  yang  disampaikan  melalui  saluran  tertentu  dari komunikasi. Porter dan Samovar (1996) mensinyalir bahwa komunikasi akan  lengkap  apabila komunikasi  yang  dimaksud  mempersepsi  atau memahami perilaku yang disandi, memberi makna kepada perilaku itu, dan terpengaruh olehnya (dalam Joko Nurkamto, 2001: 205)

Memang dalam kenyataannya, bahwa keberadaan bahasa dalam kehidupan  sosial  tidak  dapat  dianggap  sebagaimana  dalam  ‚ruang hampa‛.  Bahasa  dipakai  sebagai  wahana  komunikasi  manusia.  Dalam hal  ini  Dwi  Purnanto  menjelaskan  bahwa  setidak-tidaknya  harus memiliki dua ciri utama; (1) bahasa digunakan untuk mentransmisikan pesan dan (2) bahasa merupakan kode yang pemakaiannya ditentukan bersama  oleh  warga  suatu  kelompok  atau  suatu  masyarakat  (dalam MIBAS, 1999:92). Oleh karena itu, bahasa merupakan aspek gejala sosial dalam kehidupan manusia.

Mengingat  bahasa  merupakan  gejala  sosial,  tentu  saja  faktor-faktor  nonlinguistik  atau faktor  eksternal  bahasa  sangat  berpengaruh terhadap  pemakaian  bahasanya.  Faktor-faktor  nonlinguistik  tersebut misalnya faktor-faktor sosial, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, jenis kelamin,  umur,  dan  sebagainya.  Faktor-faktor  nonlinguistik  yang  lain adalah factor situasional, yaitu siapa yang berbicara, dengan bahasa apa pembicaraan  itu  diselenggarakan,  kepada  siapa,  kapan,  di  mana,  dan mengenai masalah apa pembicaraan itu. Adanya kedua faktor tersebut dalam  pemakaian  bahasa  menyebabkan  timbulnya  variasi  bahasa (Suwito, 1996:3-8).

Abdul Chaer dan Leonie Agustina (1955:81) menyatakan bahwa dalam variasi bahasa atau ragam bahasa terdapat dua pandangan. Pertama, variasi  atau  ragam  bahasa  itu  dilihat  sebagai  akibat  adanya keragaman  sosial  penutur  bahasa  dan  keragaman  fungsi  bahasa  itu..Kedua,  variasi  atau  ragam  bahasa  itu  sudah  ada  untuk  memenuhi fungsinya  sebagai  alat  interaksi  dalam  kegiatan  masyarakat  yang beraneka ragam.

Variasi bahasa dalam pemakaian tulis jenis fiksi (bahasa sastra) cenderung menggunakan ragam informal. Pemakaian ragam informal dapat mencerminkan suasana akrab, harmonis dan santai sehingga tujuan utama penulis untuk mempermudah pemahaman bagi pembaca dapat tercapai.

Dalam  penulisan  sebuah  karya  fiksi  (novel)  seorang  sastrawan mempunyai kebebasan untuk menggunakan bahasa yang menyimpang dari kaidah yang berlaku selama tidak menimbulkan kesalahpahaman, karena karya sastra yang ditulis seorang sastrawan terkadang tidak bisa lepas  dari  kedwibahasaan  sastrawan  sastrawan  pun  dalam  menggunakan  bahasa  sastranya  sebagai  media pencurahan  ide  kreatif  juga  banyak  dipengaruhi  oleh  faktor  sosio-kultural yang melingkupi aktivitas kehidupannya. Faktor sosio-kultural itulah yang  membuat bahasa sastra pengarang menjadi bernilai estetis.

Sastrawan  adalah  anggota  suatu  masyarakat  bahasa  tertentu. Sebagai  anggota  masyarakat  bahasa  tertentu  seorang  sastrawan  dapat berperan  ganda.  peran  pertama,  ialah  harus  ikut  serta  memelihara, mengembangkan,  dan  melestarikan  bahasa  masyarakatnya.  Peran kedua  ialah  peran  yang  tidak  dimiliki  oleh  anggota  masyarakat  biasa, khususnya  dalam  hal  menciptakan  bentuk-bentuk  baru  dari  bahasa yang  dimiliki  oleh  suatu  masyarakat.  Bentuk-bentuk  baru  yang diciptakan  sastrawan  itu  dapat  berupa  bentuk  baru  yang  mengikuti kaidah bahasa, dapat juga menyalahi kaidah atau bahkan menyimpang sama  sekali  dari  kaidah  bahasa  suatu  masyarakat  bahasa  (Sugiarto, 1996:20).

Bahasa  sastra  dapat  menjadi  objek  kajian  bidang  linguistik. Dalam  hal  ini  yang  dimaksudkan  bukan  membuat  suatu  kritik  sastra, tetapi lebih bersifat mengkaji unsur kebenaran, unsur pemakaian bahasa dalam  cipta  sastra.  Oleh  karena  itu,  bahasa  sastra  dapat  dikaji  secara mikrolinguistik  dan  secara  makroliguistik.  Harimurti  Kridalaksana (1985:91) telah mencoba memilah antara kajian bersifat makrolinguistik dengan  kajian  yang  bersifat  mikrolinguistik.  Dari  sisi  makrolinguistik dapat  dibuktikan  atau  dijelaskan  bahwa  suatu  teori  linguistik  dapatmenggunakan  data  bahasa  sastra.  Dari  sisi  makrolinguistik  bahasadapat  dikaji  secara  interdisipliner  dan  secara  terapan.  Penelitian terhadap  bahasa  sastra  secara  makrolinguistik  memperlakukan  bahasasastra sebagai data pemakaian bahasa. Adapun kajian bahasa sastra dari segi  makrolinguistik  yang  bersifat  interdisipliner  berarti  kajian  bahasa yang memanfaatkan beberapa bidang kajian. Kajian bahasa sastra secara sosiolinguistik berarti kajiannya menggunakan teori sosiologi dan teori linguistik untuk segi kebahasaannya.

PEMBAHASAN

Sosiolinguistik mengkaji bahasa dengan memperhitungkan hubungan antara masyarakat dengan bahasa, khususnya masyarakat penutur bahasa itu. Jadi, jelas sosiolinguistik mempertimbangkan keterkaitan dua hal, yakni linguistik untuk segi kebahasan dan sosiologi untuk segi kemasyarakatannya.

Haugen mengemukakan dalam makalahnya, ‚Some  Issues  In Sociolinguistics‛  di  sebuah  buku  yang  berjudul  Issues  In Sociolinguistics,  bahwa  istilah  sosiolinguistik  pertama  kali diperkenalkan oleh Haver C. Currie yaitu seorang guru besar (Profesor) di Universitas Houston, Texas 1952. Istilah ini kemudian dipublikasikan di  Amerika  oleh  William  Bright  dan  dipresentasikan  dalam  sebuah kongres  Linguistik  Internasional  VIII  di  Cambridge  1962,  kemudian dikembangkan  lagi  dalam  sebuah  Konferensi  Internasional  yang  lebih formal  di  Los  Angles,  California  1962,  dan  menjadi  populer  hingga sekarang (Alwasilah, 1990:2-3).

Istilah  sosiolinguistik  yang  menekankan  tentang  pengkajian bahasa  dalam  hubungannya  dengan  masyarakat,  ada  beberapa  pakar yang  mengemukakannya,  Hymes  (Alwasilah,  1990:2).mengemukakan bahwa, ‚the term sociolinguistics to  the correlations between language and  societies  particular  linguistics and  social  phenomena,‛  artinya ‘istilah  sosiolinguistik  untuk  menghubungkan  antara  bahasa  dan masyarakat  serta  bahasa  dan  fenomena  dalam  masyarakat’.  Bahkan Chaklader  Alwasilah  (1990:2)  sendiri  mensinyalir  bahwasanya, ‛sociolinguistics  concertretes  its  study  upon  the  societally  patterned variation in languange usage‛ artinya ‘sosiolinguistik menekankan pada pengkajian  atas  variasi  pola-pola  masyarakat  dalam  penggunaan bahasa’.

 

Istilah sosiolinguistik ini muncul pada tahun 1952 dalam karya Haver C. Currie yang merupakan gabungan dari kata sosiologi dan linguistik. Sosiologi adalah kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia dalam masyarakat dan mengenai lembaga – lembaga serta proses sosial yang terjadi dalam masyarakat. Sedangkan linguistik adalah ilmu bahasa atau bidang yang menjadikan bahasa sebagai objek kajian. Sebagai objek dalam sosiolinguistik, bahasa tidak dilihat atau didekati sebagai bahasa melainkan dilihat dan didekati sebagai sarana interaksi atau komunikasi di dalam masyarakat manusia (Chaer, 2004: 3).

 Sosiolinguistik adalah ilmu tata bahasa yang digunakan di dalam interaksi sosial; cabang linguistik tentang hubungan dan saling pengaruh antara perilaku bahasa dan perilaku sosial (KBBI, 2008 : 1332).

 Sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat (Chaer, 2004:2).

Menurut sejumlah ahli (Wardaugh, 1986, Holmes, 1995) sosiolinguistik adalah cabang ilmu bahasa yang berusaha menerangkan korelasi anatar perwujudan struktur atau elemen bahasa dengan faktor – faktor sosiokultural pertuturannya…(Dalam Wijana, 2010: 11).

Kridalaksana mengatakan :”Sosiolinguistik yaitu cabang linguistik yang berusaha untuk menjelaskan ciri – ciri variasi bahasa dan menetapkan korelasi ciri – ciri variasi bahasa tersebut dengan ciri – ciri sosial (dalam Pateda, 1987: 2).

Sosiolinguistik adalah bagian dari linguistik makro yaitu bidang kajian linguistik yang mengarahkan kajiannya pada hubungan bahasa dengan faktor – faktor di luar bahasa karena bahasa merupakan fenomena yang tidak dapat dilepaskan dari segala kegiatan manusia bermasyarakat, sedangkan kegiatan itu sangat luas.

  Sosiolinguistik dibagi mejadi dua bagian yaitu :

1.  Mikro sosiolinguistik yang berhubungan dengan kelompok kecil, misalnya sistem tegur sapa.

2. Makro sosiolinguistik yang berhubungan dengan maslaha perilaku bahasa dan struktur sosial.

 Tujuan Sosiolinguistik adalah agar kita dapat memahami lebih jauh tentang pemakaian bahasa, keanekaragaman bahasa karena diversifikasi pemakai bahasa dan tingkat sosial pemakai bahasa, sikap berbahasa, serta loyalitas keutuhan bahasa.

Manfaat Sosiolinguistik :

1. Memberikan pedoman kepada kita dalam berkomunikasi dengan menunjukkan bahasa, ragam bahasa, atau gaya bahasa apa yang kita gunakan jika kita berbicara dengan orang tertentu, dan di tempat – tempat tertentu pula.

2. Dalam pengajaran, sosiolinguistik bermanfaat dalam menjelaskan penggunaan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa dan kaidah sosial.

3. Sosiolinguistik juga dapat memberi sumbangan dalam mengatasi ketegangan politik akibat persoalan pemilihan bahasa nasional di negara – negara multilingual.

Masyarakat bahasa adalah sekumpulan manusia yang menggunakan sistem isyarat bahasa yang sama.

Peristiwa tutur adalah berlangsungnya atau terjadi interaksi linguistik dalam suatu ujaran atau lebih, yang melibatkan dua pihak yakni penutur dan mitra tutur dengan satu pokok tuturan dalam waktu, tempat dan situasi tertentu.

Delapan komponen dalam peristiwa tutur adalah setting (waktu dan tempat), participant (pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan), Ends (tujuan), key (nada, cara penyampaian pesan), Instrumentalities (jalur yang digunakan lisan atau tulisan), norms of interaction and interpretation (norma atau aturan dalam berinteraksi), genre (bentuk penyampaian).

Tindak tutur adalah produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari interaksi lingual. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa tindak tutur adalah sepenggal tuturan yang dihasilkan sebagai bagian terkecil dalam interaksi lingual. Tindak tutur dapat berwujud pernyataan, pertanyaan, dan perintah. Dalam pemilihan tindak tutur, bergantung pada beberapa faktor, yaitu :

1). Dengan bahasa apa ia harus bertutur

2). Kepada siapa ia harus menyampaikan tuturannya

3). Dalam situasi bagaimana tuturan itu disampaikan, dan

4). Kemungkinan – kemungkinan struktur mana yang ada dalam bahasa yang di gunakannya.

Situasi tutur adalah situasi ketika tuturan dapat dilakukan dan dapat pula tidak dilakukan, situasi tidak murni komunikatif dan tidak mengatur adanya aturan berbicara, tetapi mengacu pada konteks yang menghasilkan aturan berbicara. Sebuah peristiwa tutur terjadi dalam satu situasi tutur dan peristiwa itu mengandung satu atau lebih tindak tutur.

Variasi bahasa adalah bentuk – bentuk bagian atau varian dalam bahasa yang masing – masing memiliki pola yang menyerupai pola umum. Variasi bahasa dibedakan berdasarkan penuturnya, pemakainya, keformalan, dan sarana.

Sosiolinguistik dibagi mejadi dua bagian yaitu :

a. Mikro sosiolinguistik yang berhubungan dengan kelompok kecil, misalnya sistem tegur sapa.

b. Makro sosiolinguistik yang berhubungan dengan maslaha perilaku bahasa dan struktur sosial.

Ada beberapa makna sosiolinguistik, dapat digolongkan ke dalam persoalan pokok, seperti :

a. Tentang profil sosiolinguistik, yaitu bagaimana keanekaragaman bahasa mencerminkan keanekaragaman sosial yang biasanya bersifat statistik.

b. Dinamika sosiolinguistik yang diusahakan dengan mencari ciri – cirinya terhadap berbagai jenis situasi sosiolinguistik yang mencakup bidang pemakaian, sikap bahasa, proses – proses sosiolinguistik, penelitian - penelitian tentang bahasa.

Sedangkan yang tidak merupakan persoalan pokok ialah :

a. masalah perubahan bahasa

b. masalah bahasa kanak – kanak

c. relativisme bahasa.

 

HASIL

Dalam artikel ilmiah ini terdapat beberapa pengertian tentang pendekatan sosiolinguistik terhadap masyarakat yang berkaitan erat dengan bahasa, peristiwa tutur dan beragamnya variasi bahasa. Hasilnya bidang kajian sosiolinguistik ini dapat memperhitungkan hubungan antara masyarakat dengan bahasa, khususnya masyarakat penutur bahasa itu. Jadi, jelas sosiolinguistik mempertimbangkan keterkaitan dua hal, yakni linguistik untuk segi kebahasan dan sosiologi untuk segi kemasyarakatannya.

Namun disisi lain, peristiwa tutur juga ikut serta dalam bahasa, dimana kedudukan ini terjadi ketika masyarakat saling berkomunikasi satu dengan yang lain yang muncul beragamnya variasi bahasa.

METODOLOGI PENELITIAN

Metode linguistik dalam sosiolinguistik digunakan untuk memerikan atau mendeskripsikan bentuk-bentuk bahasa beserta unsur-unsurnya. Bentuk dan unsur bahasa diperikan menggunakan metode analisis linguistik dan digambarkan dengan tanda-tanda fonetik atau fonemik.

Metode sosiologi dengan pengamatan atau observasi dan pengumpulan data melalui wawancara atau kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data di masyarakat. Analisis untuk mendapatkan pola-pola umum dalam tindak berbahasa dapat menggunakan metode statistik dari sosiologi.

KESIMPULAN

Dari  uraian  di  atas  dapat  disimpulkan  bahwa  sosiolinguistik merupakan kajian yang bersifat interdisipliner yang mengkaji masalah-masalah  kebahasaan  dalam  hubungannya  dengan  aspek-aspek  sosial, situasional,  dan  budaya  (culture).  Oleh  sebab  itu  apabila  seseorang berbicara dengan orang lain di samping masalah kebahasaan itu sendiri, maka  harus  diperhatikan  orang  lain  juga.  Dengan  memperhatikan sosiolinguistik,  masalah  ketidaktepatan  pemakaian  bahasa  dalam konteks  sosialnya  dapat  diminimalkan.  Dengan  memahami  prinsip-prinsip  sosiolinguistik  setiap  penutur  akan  menyadari  betapa

pentingnya ketepatan  pemilihan  variasi  bahasa  sesuai  dengan konteks sosial, di samping kebenaran secara struktural gramatikal.

 

PENUTUP

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik : Perkenalan Awal. Jakarta : Rineka Cipta

Aslinda dan Leni Syafyahya. 2010. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung : Refika Aditama

Pateda, Mansoer. 1987. Sosiolinguistik. Bandung : Angkasa

Wijana, I Dewa Putu dan Mohammad Rohmadi. 2010. Sosiolinguistik : Kajian Teori dan Analisis.   Yogyakarta : Pustaka Pelajar

https://www.researchgate.net/publication/284073961_SOSIOLINGUISTIK_TEORI_PERAN_DAN_FUNGSINYA_TERHADAP_KAJIAN_BAHASA_SASTRA

http://duniayeniernawati.blogspot.com/2011/05/materi-sosiolinguistik.html

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama